Senin, 24 Maret 2008

Pendidikan Indonesia

Sumber : MEDIA INDONESIA

RABU, 12 MARET 2008. HALAMAN 6

WAPRES MINTA GURU JADI GARDA TERDEPAN

PERAN GURU HARUS DIMAKSIMALKAN

NUSA DUA (MI): Guru harus menjadi garda terdepan (font line) dalam upaya memajukan pendidikan suatu bangsa. Hal itu dapat dilakukan dengan memaksimalkan perannya, baik sebagai pendidik maupun sebagai pengajar.

“JIka hal itu dapat dilakukan,ekonomi dan tehnologi suatu bangsa akan maju. Pada akhirnya kesejahteraan suatu bangsa pun akan tercapai.” Ujar Wakil Presiden (Wapres) Jusuf Kalla saat membuka acara The Seventh E-9 Ministerial Review Meeting on Education For All, di Hotel Westin Nusa Dua,Bali.

Hadir dalam pembukaan itu antara lain, Ibu Mufidah Jusuf Kalla, Mentri Pendidikan Nasional Bambang Sudibyo, Mentri Kebudayaan dan Pariwisata Jero Wacik, Mentri Negara dan Perencanaan Pembangunan Nasional Paskah Suzzeta, Direktur Jendral UNESCO Koichiro Matsuura, dan 250 anggota delegasi dari sembilan negara peserta.

Jusuf Kalla mengungkapkan peran guru yang maksimal itu merupakan salah satu solusi tercapainya pendidikan untuk semua (education for all) yang ditergetkan pada 2015 oleh PBB, dalam upaya mencapai millennium depelopment (MDG’s).

“Ini menjadi penting bagi sembilan Negara berpendudk besar, termasuk di Indonesia, Bahkan karena pentingnya peran guru itu di Indonesia, guru dihargai dengan mendapat julukan pahlawan tanpa tanda jasa,” kata Wapres yang disambut tepuk tangan para audiens.

Sebab itu, jelas Wapres, pihaknya pun menyambut baik adanya pertemuan para mentri bidang pendidikan dan juga delegasi dari sembilan Negara berpenduduk terbesar itu. Karena, pertemuan di Bali bertujuan untuk bertukar pengalaman dan prestasi yang dipraktikan di nega masing-masing. Terutama, katanya, mengenai peningkatan kualitas guru agar berperan maksimal.

“Diharapkan, dengan pertemuan ini pula, dapat belajar mana yang sukses, dan mana yang tidak sukses. Tidak hanya itu, UNESCO pun diharapkan dapat membantu untuk peningkatan kualitas di negara-negara peserta E-9 Ministerial Meeting ini,” ujar Wapres.

Wapres mencontohkan, praktik terbaik yang dilakukan di Indonesia, yakni program sertifikasi guru, pelatihan guru, dan pemberian intensif bagi para guru. “Artinya, kualitas guru harus diiringi dengan peningkatan kesejahteraan guru. Jika secara fakta dapat dilihat, kalau dulu guru mengajar dengan bersepeda, sekarang sudah pakai motor,” ujar Wapres yang disambut tawa oleh hadirin.

Mentri Pendidikan Nasional (Mendiknas) Bambang Sudibyo menambahkan, guru merupakan isu sentral untuk dalam upaya meraih tujuan EFA (education for all) dan mencapai pendidikan yang berkualitas. “Untuk itu, Indonesia memprioritaskan pengembangan kualitas guru,” ujarnya.

Hal itu misalnya, jelas Mendiknas, telah dilakukan ketika disahkannya UU Guru dan Dosen (UU No.14 Tahun 2005), yang antara lain menyebutkan, bahwa guru adalah pekerjaan professional dan untuk menjabat profesi itu diperlukan syarat-syarat yang antara lain adalah pendidikan profesi setengah atau satu tahun.

“Dan kami menargetkan, dalam waktu 10 tahun, guru yang berjumlah 1,75 juta di Indonesia telah mencapai pendidikan sarjana,” ujarnya.

Sementara itu, Dirjen UNESCO Koichiro Matsuura menjelaskan kondisi keaksaraan di sebagian besar Negara anggota E-9 belum layak. “Dari 771 penduduk dewasa buta aksara di dunia, sekitar 67% ada di sembilan negara berpenduduk besar ini,” katanya.

Belum lagi, tambah Koichiro, kualitas pendidikan di sembilan Negara tersebut, yakni terlalu banyak anak-anak usia pendidikan dasar yang belum memperoleh pendidikan dasar, dan anak-anak yang tidak melanjutkan pendidikan dasartanpa keterampilan yang memadai.

“Sebab itu, guru memiliki peran penting. Apalagi, jika melihat perkiraan dari UNESCO, bahwa pada 2015 dibutuhkan 18 juta guru baru untuk pendidikan dasar, dan 40 % atau sekitar 7 juta guru, dibutuhkan di sembilan negara berpenduduk terbanyak ini,” ujar Koichiro.

Tidak ada komentar: